
Pengertian shalat berjamaah dan Munfarid
Shalat berjama’ah adalah shalat yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama, seorang menjadi imam dan yang lainnya menjadi makmum dengan syarat-syarat yang ditentukan.
Sedangkan Shalat munfarid adalah shalat yang dilakukan sendirian tidak ada imam dan tidak ada makmum.
Hukum dan keutamaan shalat berjamaah
Hukum shalat berjama’ah adalah sunnah muakkad artinya dikuatkan atau sangat dianjurkan.
Keutamaan shalat berjama’ah atas shalat munfarid
... صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً
Hadis riwayat Ibnu Umar radhiyAllahu 'anhu: ia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Salat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat dari salat sendiri.” (HR. Imam Muslim).
B. Ketentuan Sholat Berjamaah
1. Syarat menjadi imam
Imam adalah orang yang memimpin shalat berjama’ah, dia berdiri di depan anggota jama’ah yang lain. Oleh karenanya seorang imam dalam shalat harus memenuhi syarat dan ketentuan sebagai berikut :
a. Orang yang lebih fasih dalam membaca Al Qur’an.
b. Orang yang lebih luas wawasannya tentang agama Islam.
c. Diutamakan yang lebih tua usianya.
d. Memiliki akhlak mulia, sehing tidak dibenci oleh makmum.
e. Imam memperhatikan saf (barisan) makmum dan memerintahkan makmum meluruskan dan merapatkan saf.
f. Tidak mengikuti gerakan orang lain, sebaliknya anggota jama’ah yang lain lain mengikuti gerakan imam.
g. Mengikuti ketentuan imam laki-laki/perempuan sebagai berikut :
• Bila makmumnya laki-laki maka imam harus laki-laki.
• Bila makmumnya perempuan semuanya maka imam boleh laki-laki maupun perempuan.
h. Berniat menjadi imam.
Bila imam mengetahui bahwa diantara makmumnya terdapat orang-orang yang sudah tua, orang yang lemah, sakit, dan anak-anak, maka shalatnya lebih dipercepat sedikit, jangan terlalu lama.
2. Syarat Menjadi Makmum
- Berniat menjadi makmum (mengikuti imam).
- Mengikuti imam dalam setiap gerakan shalat, tidak boleh mendahului.
- Berada satu lingkungan shalat dengan imam.
- Mengetahui setiap gerakan imam baik secara langsung atau mengikuti saf di depannya.
- Harus berada pada posisi di belakang imam.
- Shalat yang dikerjakan sama dengan shalatnya imam.
- Apabila imam batal maka makmum yang tepat di belakang imam yang menjadi pengganti.
3. Macam-macam Makmum
a. Makmum Muwafiq
Makmum muwafiq adalah makmum yang dapat mengikuti shalat imam secara sempurna mulai rakaat pertama sampai akhir.
Bilangan rakaat tersebut dihitung sempurna apabila makmum masih sempat membaca surat Al-Fatihah walaupun hanya satu ayat, kemudian dia bisa rukuk bersama-sama dengan imam. Hadits Rasulullah SAW:
artinya :“Apabila salah seorang di antara kamu datang untuk shalat sementara kami sedang sujud, maka hendaklah kamu sujud dan janganlah kamu hitung itu satu rakaat; dan barang siapa mendapati ruku’ bersama imam maka ia telah mendapat satu rakaat.” (HR. Abu Dawud)
b. Makmum Masbuk
Makmum masbuk adalah makmum yang tidak dapat mengikuti imam secara sempurna mulai dari rakaat pertama, sehingga dia harus menambah sendiri sejumlah rakaat sesudah imam salam.
Hadits Rasulullah SAW :
Artinya :“Bagaimana keadaan imam ketika kamu mendapatinya, hendaklah kamu ikut; dan apa yang ketinggalan olehmu maka semprnakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beberapa ketentuan makmum masbuk sbb:
1) Apabila makmum takbiratul ihram sewaktu imam belum rukuk, hendaklah makmum membaca Surat Al-Fatihah sedapat mungkin. Akan tetapi jika belum selesai membaca Surat Al-Fatihah dan imam telah rukuk, maka makmum melakukan rukuk mengikuti imam.
2) Apabila makmum mendapati imam sedang rukuk, hendaklah makmum takbiratul ihram, kemudian melakukan rukuk mengikuti imam.
3) Makmum masbuk yang dapat melakukan rukuk bersama imam dengan sempurna, maka shalatnya dihitung mendapat satu rakaat.
4) Apabila makmum mendapati imam sedang sujud, maka makmum (setelah takbiratul ihram) langsung melakukan sujud bersama imam. Hal yang demikian belum dapat dihitung satu rakaat. Setelah imam membaca salam, makmum masbuk berdiri lagi ntuk menambah jumlah rakaatnya yang masih kurang.
4. Saf Shalat berjamaah
- Makmum satu orang
Apabila makmum hanya satu orang, maka ia berdiri disebelah kanan imam agak ke belakang.
- Makmum terdiri dua orang laki-laki
Apabila makmum terdiri dari dua orang laki-laki, maka ia berdiri di belakang imam, satu berdiri di sebelah kanan imam dan satunya lagi berdiri di sebelah kiri.
- Makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Apabila makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka saf laki-laki berdiri di saf paling depan. Makmum perempuan di belakang saf laki-laki agak jauh jaraknya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi tempat apabila ada jamah laki-laki yang datang terlambat.
- Makmum terdiri dari laki-laki dan perempuan dewasa, anak-anak laki-laki dan perempan.
Kekuatan Maaf Rasulullah SAW
Seorang lelaki Arab bernama Tsumamah bin Itsal dari Kabilah Al Yamamah pergi ke Madinah dengan tujuan hendak membunuh Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.Segala persiapan telah matang, persenjataan sudah disandangnya dan ia pun sudah masuk ke kota suci tempat Rasulullah tinggal itu. Dengan semangat meluap-luap ia mencari majelis Rasulullah, langsung didatanginya untuk melaksanakan maksud tujuannya. Tatkala Tsumamah datang, Umar bin Khattab yang melihat gelagat buruk segera menghadangnya.
Umar bertanya, “Apa tujuan kedatanganmu ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?” Dengan terang-terangan Tsumamah menjawab, “Aku datang ke negeri ini hanya untuk membunuh Muhammad!”. Mendengar ucapannya, dengan sigap Umar langsung memberangusnya. Tsumamah tak sanggup melawan Umar yang perkasa, ia tak mampu mengadakan perlawanan. Umar berhasil merampas senjatanya dan mengikat tangannya kemudian dibawa ke masjid. Setelah mengikat Tsumamah di salah satu tiang masjid Umar segera melaporkan kejadian ini pada Rasulullah.
Rasulullah segera keluar menemui orang yang bermaksud membunuhnya itu. Setibanya di tempat pengikatannya, beliau mengamati wajah Tsumamah baik-baik, kemudian berkata pada para sahabatnya, “Apakah ada di antara kalian yang sudah memberinya makan?”. Para shahabat Rasul yang ada disitu tentu saja kaget dengan pertanyaan Nabi. Umar yang sejak tadi menunggu perintah Rasulullah untuk membunuh orang ini seakan tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari Rasulullah.
Maka Umar memberanikan diri bertanya, “Makanan apa yang anda maksud wahai Rasulullah? Orang ini datang ke sini ingin membunuh bukan ingin masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan sanggahan Umar. Beliau berkata, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku dan buka tali pengikat orang itu”. Walaupun merasa heran, Umar mematuhi perintah Rasulullah. Setelah memberi minum Tsumamah, Rasulullah dengan sopan berkata kepadanya, “Ucapkanlah Laa ilaha illallah”. Si musyrik itu menjawab dengan ketus, “Aku tidak akan mengucapkannya!”. Rasulullah membujuk lagi, “Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah.” Namun Tsumamah tetap berkata dengan nada keras, “Aku tidak akan mengucapkannya!”
Para sahabat Rasul yang turut menyaksikan tentu saja menjadi geram terhadap orang yang tak tahu diuntung itu. Tetapi Rasulullah malah membebaskan dan menyuruhnya pergi. Tsumamah yang musyrik itu bangkit seolah-olah hendak pulang ke negerinya.
Tetapi belum berapa jauh dari masjid, dia kembali kepada Rasulullah dengan wajah ramah berseri. Ia berkata, “Ya Rasulullah, aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad Rasul Allah.” Rasulullah tersenyum dan bertanya, “Mengapa engkau tidak mengucapkannya ketika aku memerintahkan kepadamu?” Tsumamah menjawab, “Aku tidak mengucapkannya ketika masih belum kau bebaskan karena khawatir ada yang menganggap aku masuk Islam karena takut kepadamu. Namun setelah engkau bebaskan, aku masuk Islam semata-mata karena mengharap keridhaan Allah Robbul Alamin.”
Pada suatu kesempatan, Tsumamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki kota Madinah, tiada yang lebih kubenci dari Muhammad. Tetapi setelah aku meninggalkan kota itu, tiada seorang pun di muka bumi yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah SAW.”
Bicaralah Yang Baik atau Diam
Rasulullah SAW mengatakan “Bicaralah yang baik atau diam”. Pesan Rasulullah SAW itu menyuruh kita bersifat aktif berbicara namun pembicaraannya harus yang bersifat kebaikan. Kalau berbicara kebaikan tidak bisa, maka lebih baik diam saja.Sekarang begitu banyak diantara kita yang asal bicara, tanpa menilai apakah pembicaraannya itu baik atau buruk, bermanfaat atau sebaliknya. Dan sering tanpa berfikir apakah bicara kita itu bernilai pahala atau bernilai dosa. Sesungguhnya lisan kita akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di akhirat, jadi
hendaknya berhati-hatilah jika berbicara. Termasuk dalam hal ini adalah bicara dalam hati sendiri yang orang lain tidak mengetahui bahwa hati kita membicarakan seseorang. Lebih baik hati kita buat sibuk berdzikir kepada Allah daripada berbicara macam-macam. Lebih jauh lagi hendaklah kita aktif melangkahkan kaki ke tempat yang baik-baik yang disana kita akan memperoleh kebaikan/pahala. Pergi ke majelis ta’lim, silaturahim atau menengok orang sakit misalnya. Dan jika tidak bisa maka diam saja di rumah itu lebih baik. Intinya hidup kita ini haruslah bersifat aktif tidak pasif. Lisan kita harus berbicara hati kita juga harus berbicara, kaki kita pun harus melangkah, karena itulah tugas kekhalifahan dan kehambaan kita. Berbuat dan berbuat namun jika tidak bisa berbuat hal yang baik maka diamlah. Termasuk mata dan telinga kita, jika tidak bisa kita gunakan dalam hal kebaikan maka lebih baik tutup mata dan pejamkanlah demikian hendaknya.
sumber : Buletin Al Mujahidin 13/13
Tangisan Rasulullah SAW
Pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang khusyuk bertawaf di Ka’bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah SAW menirunya membaca “Ya Karim! Ya Karim!” Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka’bah, dan berzikir lagi: “Ya Karim! Ya Karim!” Rasulullah SAW yang berada di belakangnya mengikut dzikirnya “Ya Karim! Ya Karim!” Merasa seperti diolok-olok orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang lelaki gagah dan tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata: “Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokku, karena aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan karena ketampanan dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah SAW.”
Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum,
lalu bertanya: “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?” “Belum,” jawab orang itu. “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?” “Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusanNy sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya,” kata orang Arab badwi itu pula.
Rasulullah SAW pun berkata kepadanya: “Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!” Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya. “Tuan ini Nabi Muhammad?!” “Ya” jawab Nabi SAW. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah SAW. Melihat hal itu, Rasulullah SAW menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya: “Wahal orang Arab! jangan berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah SWT mengutusku bukan untuk menjadi seorang takabur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.
Ketika itulah, Malaikat Jibril turun membawa berita dari langit dia berkata: “Wahai Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah SWT. Ketahuilah bahwa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!” Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi. Maka orang Arab itu pula berkata: “Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Arab badwi itu. “Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?” Rasulullah bertanya kepadanya. “Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya” jawab orang itu. “Jika Tuhan memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Tuhan memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya”
Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah SAW pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab Badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata: “Wahai Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisabnya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di surga nanti!” Betapa bahagianya orang Arab badwi itu, mendengar berita tersebut. la Ialu menangis karena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.
sumber : Buletin Al Mujahidin